Saat presiden George W.Bush di suatu shubuh hari, 20 Maret 2003 berteriak “GO” dari gedung putih sebagai tanda dimulainya invasi amerika ke Irak tiba – tiba saja negeri Paman Sam yang menjuluki dirnya sebagai “pelopor “ Demokrasi dan Dunia Bebas itu menjelma menjadi sejenis dunia monster.Kita menyaksikan dari berbagai sudut dunia, lewat berbagai macam poster, “wajah” presiden Bush dilukiskan sebagai wajah yang berkumis, model kumis Hitler.Wajah haus darah dan penaklukkan!
Saat itu Bush kesetanan! Membelah – belah dunia menjadi “siapa teman”, “siapa musuh!” Bush dengan angkuhnya menyebut adanaya apa yang disebut “Axis of Devil”poros poros para iblis alias kubu terorisme yang harus dihancurkan. Irak hanyalah awal serangkaian dari poros iblis yang harus menerima dengan invasi militer.Adapun protes dunia, bahkan PBB sendiri sekutu – sekutunnya termasuk protes dari dalam negeri Amerika sendiri ditampik dan dicuekin oleh Bush! Invasi jalan terus! Pembantaian menjadi “Teater rasa nikmat”.
Satu – satunya yang kurang tampil sebagai sekutu yang mendukungnya adalah inggris.Dengan perdana menteri Tony Blair yang juga disindir oleh dunia yang masih bernurani, sebagai “anjing pudelnya si Hitler” Bush. Adalah Bush senior yang tak lain ayah dari presiden Bush sendiri menjadi faktor tunggal sesama “gen” yang melengkapi keangkuhan rasa berkuasasang presiden untuk bertindak brutal! Sembari berenang pada ambisi penguasaan minyak bumi.
etika koran besar dan stasiun TV dari amerika sendiri memancarkan sebuah ambisi tentang anak beranak ini. Dengan memelesetkan judul buku novelis pemenang Nobel Ernest Hemingway, yang berbunyi “The SUN also Rises” menjadi “The SON also Rises” yang kurang lebih bermakna “begitu si Ayah, begitu pula si Anak”. Sama – sama bermahkotakan ambisi kekuasaan dan kebencian!
Kekuasaan dan kebencian! Inilah (mungkin) dasar, seperti kritik tajam yang ditulis wartawan dan penulis Amerika sendiri, William Bradley, tentang argumen kuat Amerika untuk suatu “isolasionalisme”, ketika ketika bangs itu menjadi bangsa besar. Suatu norma lama, yang justru oleh presiden pertama Amerika George Washington, dilawan dengan mnyerukan kepada seluruh bangsa Amerika untuk selalu meyadari, bahwa: “Bangs yang menurutkan keberanian, dengan menyerang bangsa lain sedikit banyak adlah budak!”
Tidak lama setelah presiden Bush berteriak “Go!” di shubuh hari dari Gedung putih pada 20 Maret 2003 itu, saya menurunkan diharian kompas tulisan yang berdasar pada pesan kemanusiaan George Washington dan Walt Whitman, penyair besar Amerika dengan indahnya mendambakan” Amerika yang selalu bernyanyi” Ditopang oleh UUD, dengan keindahan yang ringkas.Sebuah mukaddimah menjabarkan inti dari “keadaan, ketenangan, kesejahteraan umum dan pertahanan bersama dalam negeri! Kurang lebih politik luar negeri Amerika yang selalu berstandar ganda ini? Sehingga makna keamanan dalam negeri tiba – tiba terkoyak dengan dihancurkannya Gedung WTC? Tak lain dari akibat kepihakan Amerika pada Israel sembari menekan negara – negara Arab!
Dan peran Presiden Bush dalam pemberlakuan standar ganda politik luar negeri amerika, mendapatkan momentumnya yang berdarah – darah ketika Irak diinvasi. Sembari menerapkan metode politik “pembohongan publik” dengan alasan irak membangun senjata”pemusnah massal” yang bohong itu. Dalam proses “pembohongan itu, presiden Bush memberhalakan diri dengan mngenakan mahkota kekuasaan bertangan besi! Yang membuat Irak menjadi ladang pembantaian sekaligus menewaskan ribuan anak – anak muda bangsa Amerika sendiri, mengurangi tragedi perang Vietnam yang membuat Ibu – ibu Amerika tak henti – hentinya mengucurkan air mata.
Namun inilah rahasia perjalanan hidup. Kuasa – kuasa angkuh dan mau benar sendiri,disitu “terselip” sebuah miteri kekuasaan yang mutlak yang digerakkan Tuhan. Kekuasaan Hitler berakhir ditangannya sendiri berupa “bunuh diri”. Dan memang George Bush menjelang akhir kuasanya sebagai presiden, tidak karena bunuh diri atau tertembak mati. Melainkan kejatuhannya oleh suatu peristiwa “remeh”, ketika mahkotanya beribah dengan dua buah sepatu yang bertengger di kepalanya. Seorang wartawan dari stasiun TV Al-Baghadi, Muntazer Al Zaidi, telah telah menjadi wakil suara nurani umat manusia, membuat malu sang presiden Adidaya tunggal itu. Suatu kejatuhan yang lucu sekaligus menyedihkan. Gabungan dua kata “Tragedi Komedi” yang meski bentuk kasarnya remeh, tapi sepatu pengganti mahkota adalah cacat lahir batin sepanjang sejarah kepemimpinan umat manusia dimuka bumi ini.
Mungkin ada yang menangis, ada yang marah, dengan kejadian yang menimpa presiden Bush. Tapi yang lebih banyak yang tertawa – tawa menyaksikan Teater Dagelan yang diperankan Bush.Sampai – sampai dalam negeri Amerika sendiri, kita saksikan dilayar TV seorang anak SMA diantara ratusan anak – anak, melempari sebuah patung bergerak yang berpakaian “ narapidana” dengan t openg dari wajah Bush, ramai – ramai dilempari batu.
Tertawalah, Saudara! Mumpung lawakan ini adalah tontonan gratiiiis....
No comments:
Post a Comment